1.Pakaian Adat Tradisional Jawa Barat
Pakaian adat Jawa khususnya pakaian adat Jawa Barat
mempunyai ciri khas yaitu penggunaan kebaya sebagai tanda kentalnya unsur
budaya tradisional. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi besar di
Indonesia yang mempunyai beragam pakaian tradisional atau pakaian adat.
Pakaian adat jawa barat di bagi menjadi beberapa
golongan, seperti pakaian rakyat biasa, pakaian golongan menengah, dan pakaian
adat bangsawan yang hanya dikenakan oleh kaum bangsawan.
2. Pakaian Adat Tradisional Jawa Timur
Pakaian Adat Jawa Timur – Secara sekilas pakaian adat Jawa Timur mirip
dengan pakaian adat Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan pengaruh kebudayaan dan
adat Jawa Tengah sangat banyak.
Namun tetap berbeda, pakaian adat Jawa Tengah mengambarkan perilaku orang Jawa Tengah yang santun yang
berbalut filosofi dalam kain batik.
Sedangkan pada Pakaian adat Jawa Timur mencerminkan
ketegasan dan kesederhanaan kebudayaan Jawa Timur.
Selain itu yang
membedakan pakain adat Jawa Timur dengan Jawa Tengah adalah penutup kepala yang
dipakai atau Odheng. Arloji rantai danf sebum dhungket atau tongkat.
Pakaian adat Jawa Timur biasa disebut dengan Mantenan.
Karena biasanya dipakai pada saat acara
perkawinan oleh masyarakat jawa Timur.Selain busana Mantenan, pakaian khas
Madura juga termasuk pakain adat Jawa Timur.
Pakaian khas Madura biasa disebut pesa’an. Pakaian ini
terkesan sederhana karena hanya berupa kaos bergaris merah putih dan celana
longgar. Untuk wanita biasa menggunakan kebaya.
Ciri khas dari kebaya adalah penggunaan kutang polos
dengan warna cerah yang mencolok. Sehingga keindahan tubuh si pemakai akan
terlihat jelas.
Hal ini merupakan nilai budaya Madura yang sangat
menghargai keindahan tubuh. Bukan sebagai sarana pornografi.
Warna – warna yang mencolok dan kuat yang dipakai
dalam busana Madura mennjukan karakter orang Madura yang tidak pernah ragu –
ragu, berani, terbuka dan terus terang.
Sedangkan untuk para bangsawan menggunakan jas tutup
polos dengan kain panjang. Lengkap dengan odeng yang menunjukan derajat
kebangsawanan seseorang.
3. Pakaian Adat Tradisional Bali
Pakaian adat Bali kalau dilihat sekilas terkesan sama.
Padahal sebenarnya pakaian adat Bali sangat bervariasi. Dengan melihat pakaian
adat Bali yang dikenakan seseorang dalam
suatu acara, bisa dilihat status ekonomi dan status pernikahannya.
Namun, tak dapat dipungkiri bahwa pakaian adat Bali memiliki keanggunan dan
citra tersendiri.
Setidaknya ada tiga jenis pakaian Adat Bali yang umum
dikenakan oleh masyarakat Bali. Pertama, pakaian adat untuk upacara keagamaan.
Kedua, pakaian adat untuk upacara pernikahan. Dan, ketiga adalah pakaian adat
untuk aktivitas sehari-hari. Pakaian Adat khas Bali ini berbeda antara yang
dipakai oleh laki-laki dan perempuan.
Misalnya pemakaian sanggul ke pura oleh remaja putri.
Mereka memakai sanggul atau pusung gonjer sedangkan untuk perempuan dewasa
(sudah menikah) menggunakan sanggul (pusung tagel). Busana Agung adalah pakaian
adat Bali yang paling mewah. Pakaian adat Bali yang satu ini biasanya dipakai
pada rangkaian acara ‘Potong Gigi’ atau Perkawinan.
Busana Agung mempunyai beberapa variasi tergantung
tempat, waktu dan keadaan. Kain yang digunakan dalam pakain adat Bali yang satu
ini adalah wastra wali khusus untuk upacara atau wastra putih sebagai simbol
kesucian. Tapi, tak jarang pula kain dalam pakaian adat Bali ini diganti dengan
kain songket yang sangat pas untuk mewakili kemewahan atau prestise bagi
pemakainya.
Sedangkan untuk laki-laki Bali selain menggunakan kain
tersebut sebagai pakaian adat Bali. Mereka juga memakai kampuh gelagan atau
dodot yang dipakai hingga menutupi dada.
Sementara, perempuan Bali sebelum menggunakan Busana
Agung biasanya menggunakan kain lapis dalam yang disebut sinjang tau tapih
untuk mengatur langkah wanita agar tampak anggun.
Pakaian adat Bali selain mempunyai nilai keindahan,
tapi di dalamnya juga terkadung nilai – nilai
filosofis dan simbolik yang tersembunyi dalam bentuk, fungsi, dan
maknanya. Itulah sebabnya dalam pakaian adat Bali dihiasi oleh berbagai ornamen
dan simbol yang mempunyai arti tersindiri.
4. Pakaian Adat Tradisional Jawa Tengah
Untuk acara-acara resmi,
wanita Jawa menggunakan pakaian adat Jawa Tengah yang menggunakan peniti
renteng, dipadukan dengan kain batik sebagai bawahannya. Rambut wanita Jawa
yang panjang digelung atau dikonde, dan dilengkapi dengan tusuk rambut yang
sesuai macamnya dengan perhiasan lain yang dia kenakan, seperti kalung, gelang,
cincin, tak lupa juga kipas sebagai pelengkap aksesoris yang mereka pakai.
Pada pakaian adat Jawa
Tengah bagi wanita, baju kebaya dipakai dengan kain jarik yang diwiru atau
dilipat kecil-kecil dan dililitkan ke kiri dan ke kanan. Jarik lalu ditutup
dengan menggunakan stagen atau kain yang dililit di perut agar jarik tidak
mudah lepas. Untuk menutup stagen, wanita Jawa Tengah memakai selendang
berwarna pelangi dari kain tenun berwarna semarak/cerah. Pakaian mereka
biasanya dilengkapi dengan aksesoris seperti cincin, gelang, kalung, subang
(anting) dan tusuk konde yang berwarna dan bertema senada.
Pakaian Pria : Bagi
priyayi keraton, baju beskap bermotif bunga merupakan pakaian adat Jawa Tengah
yang harus mereka pakai dalam kesehariannya. Di kepala, mereka memakai blangkon
atau biasa disebut destar, dan bawahan yang kurang lebih bermodel sama seperti
pakaian adat bagi wanita: kain jarik yang pemakaiannya dilapisi stagen agar
tidak mudah terlepas. Mereka juga menggunakan alas kaki yang disebut cemila
dana membawa keris yang disematkan pada stagen mereka di bagian punggung atau
belakang di stagen. Pakaian pria Jawa yang seperti ini disebut sebagai pakaian
Jawi Jangkep, atau pakaian adat Jawa lengkap dengan kerisnya.
Sedangkan di kalangan
rakyat selain para priyayi, para lelaki menggunakan celana pendek selutut atau
celana kolor yang berwarna hitam dengan baju atasan lengan panjang. Di samping
itu mereka juga mengenakan ikat pinggang yang berukuran besar, ikat di kepala,
dan kain sarung. Untuk mengetahui lebih banyak keterangan tentang pakaian adat,
anda bisa mencari gambar pakaian adat Jawa Tengah dan pakaian adat provinsi
Jawa Tengah wikipedia.
5. Pakaian Adat Tradisional Yogyakarta
Yogyakarta merupakan salah satu tempat di Indonesia
dengan kekayaan budaya yang melimpah-ruah, termasuk dalam hal pakaian adat.
Butuh berlembar-lembar halaman untuk mengurai, baik dari sisi jenis, waktu
pemakaian, cara pembuatan, material, atau bahkan simbol dan filosofi di
baliknya. Di dalam Keraton Yogyakarta, berbagai kekayaan khasanah sandang
masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta, masih hidup secara alami dalam keseharian
manusianya.
Berikut ini secara singkat diuraikan berbagai jenis
pakaian adat Yogyakarta, terutama yang dikenakan di dalam keraton, yang
disarikan dari buku “Pakaian Adat Tradisional Daerah Daerah Istimewa
Yogyakarta”, yang disusun oleh Wibowo, H. J., dkk (1990), terbitan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-nilai
Budaya:
1.Pakaian Abdi Dalem
Abdi dalem adalah seluruh pegawai atau karyawan
keraton, yang umumnya tinggal di sekitar keraton. Pakaian mereka terdiri dari
dua macam, yakni Sikep Alit dan Langenarjan.
Perangkat pakaian Sikep Alit terdiri dari kain batik
sawitan, baju hitam dari bahan laken (dengan kancing dari tembaga atau kuningan
yang disepuh emas, berjumlah 7 hingga 9 buah), penutup kepala destar, keris
modelgayaman (diletakan di peinggang sebelah kanan belakang), selop hitam, topi
pet hitam dengan pasmen emas. Pakaian model ini dikenakan untuk keperluan
sehari-hari.
Sementara pakaian model Langeran merupakan seperangkat
pakaian dengan perlengkapan kain batik, baju bukakan yang yang dibuat dari
bahan laken warna hitam, kemeja putih dengan kerah model berdiri, destar sama
dengan model pakaian Sikepan Alit, keris model ladrangan atau gayman, dipakai
di pinggang sebelah belakang kanan, dasi berwarna putih model kupu-kupu, serta
selop berwarna hitam. Jenis pakaian ini pada umumnya dikenakan pada waktu malam
untuk menghadiri suatu pertemuan dan jamuan makan malam dalam satu pesta
khusus.
2.Pakaian Dinas
Pakaian Dianas terdiri dari tiga jenis, yakni Pakaian
Ageng, Pakaian Pethok, dan Pakaian Tindakan. Berikut hanya akan dijelaskan
jenis-jenis Pakaian Ageng, yang merupakan pakaian dinas harian para pejabat di
lingkungan keraton.
Pakaian Ageng merupakan seperangkat pakaian adat yang
berupa model jas laken berwarna biru tua dengan kerah model berdiri, serta
dengan rangkapan sutera berwarna biru tua, yang panjangnya mencapai bokong,
lengkap dengan ornamen kancing-kancing bersepuh emas. Celananya sendiri
berwarna hitam. Topi yang dikenakan terbuat dari bahan laken berwarna biru tua,
dengan model bulat-panjang, dengan tinggi 8 cm.
Pakaian Ageng yang dikenakan oleh masing-masing
pejabat, memiliki sedikit perbedaan sebagai penanda strata dan fungsi mereka.
Berikut adalah para pejabat di lingkungan keraton dan perbedaan atribut yang
mereka sandang:
1. Pakaian
bupati bertitel pangeran diberi plisir renda emas lugas lebar 1 cm, dipasang
secara teratur di tepi kerah. Pada semua bagian tepi jas diberi hiasan renda dengan
bordiran motif bunga padi.
2. Pakaian
bupati bertitel adipati “song-song jene” (payung kuning) mirip pakaian bupati
bertitel pangeran, hanya terdapat sedikit hiasan bordiran pada bagian bawah
kerah tidak melingkar secara penuh, tetapi ada jarak sekitar 8 cm.
3. Pakaian
bupati bertitel adipati mirip pakaian adipati “song-song jene”. Perbedaannya
terletak pada hiasan bordiran pada bagian bawah kerah.
4. Pakaian
bupati bertitel temanggung seperti pakaian adipati, dengan perbedaan pada
bordiran sebelah bawah, yang panjangnya hanya 2/3 dari ukuran lingkaran jas.
5. Pakaian
patih seperti pakaian tumanggung, tetapi bordiran di bagian depan panjangnya
sampai 3 ½ cm sampai bagian bawah kancing.
6. Pakaian
kepala distrik (wedana) mirip pakaian patih, tetapi dengan bordiran bagian
depan dan bagian belakang dan ujung lengan hanya 2 cm lebarnya dari plisir.
7. Pakaian
kepala onder distrik (asisten wedana), mirip pakaian patih, tetapi bordiran
bagian depan dan bagian belakang dan ujung lengan hanya 2 cm lebarnya dari plisir.
8. Pakaian
mantri polisi seperti pakaian kepala onder distrik, tetapi tana plisir di
bagian depan dan tanpa bordiran bunga padi pada bagian kerahnya.
·
Pakaian Prajurit Jagakarya
Prajurit Jagakarya mengenakan seperangkat pakaian
celana lurik ogal-agil (di bawah lutut), baju dalam warna oranye, sepatu model
pantofel dari kulit warna biru tua, baju sikepan bahan dari kain lurik,
mengenakan sarung tangan warna biru tua, mengenakan ikat kepala hitam dan
topi model “celeng mogok”, ditumpangi topi
model songkok hitam bersyap, dan dengan keris model mataraman.
·
Pakaian Manggala Yudha
Prajurit Manggala Yudha mengenakan seperangkat pakaian
yang terdiri atas celana ogal-agil berwarna hitam yang disebut celana
panji-panji, kain model sapit urangmotif parang, sepatu pantofel hitam dari
kulit, kaos kaki berwarna putih, boro motif cindhe yang ujungnya dihias dengan
rumbai-rumbai benang emas, baju beskaphitam yang pada tepinya dihias dengan
garis motif daun dari bahan benang emas, mengenakan tutup kepala iket balangkon
gaya mataraman, yang ditutup dengan songkok hitam yang memakai tutup di belakang,
mengenakan keris model beranggah gaya mataraman.
·
Pakaian Mantijero
Prajurit Mantrijero mengenakan sperangkat pakaian yang
terdiri atas baju lurik, celana tanggung bahan lurik, sepatu pantofel hitam
dari kulit, kaos kaki putih pajang, boro motif cindhe, yang pada bagian
bawahnya dihiasi dengan rumbai-rumbai warna emas. Mengenakan topi songkok hitam
model minak jinggo, sarung tangan putih, dan membawa pedang panjang.
·
Pakaian Prajurit Bugis
Prajurit Bugis mengenakan seperangkat pakaian yang
terdiri dari baju kurung warna hitam, celana berwarna hitam, sepatu kulit
pantofel berwarna hitam, sepatu pantofel kulit berwarna hitam, mengenakan
sarung rangan putih, memakai lonthong cindhe, dengan kamus timang berwarna
hitam bahan dari beludru berhias benang emas, mengenakan keris model gaya mataraman
yang disematkan di depan.
·
Pakaian Prajurit Patangpuluh
Pakaian Ptangpuluh mengenakan seperangkat pakaian yang
terdiri dari clana panjang berwarna putih dan celana pendek warna merah
ditutupi sayak beludru hijau, dikencangkan dengan lonthong cindhe dan kamus
beludru hitam yang bagian tepinya diberi hiasan benang emas. Baju dalamnya
berwarna merah panjang dan bagian luar baju sikepan lurik patangpuluh.
Mengenakan sepatu model bongkop kulit
berwarna hitam dan kaos kaki panjang. Mengenakan selempang sedong beludru
dihias kretep emas melintang di baju sikepan, topi songkok hitam, dan memegang
pedang panjang.
Berbagai jenis pakaian di atas hanya mewakili sedikti
saja dari kekayaan khasanah sandang Yogyakarta, khususnya di dalam keraton.
Profil pakaian di atas, belum mencakup yang dikenakan Sultan dan keluarganya,
juga belum mencakup ritual-ritual khsusus, yang pada umumnya memiliki
tata-aturan berbusana yang tersendiri, seperti pernikahan, kematian, sunatan,
dan lain sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar