UPACARA ADAT TRADISIONAL




1. UPACARA ADAT TRADISIONAL JAWA BARAT
Adat istiadat yang diwariskan leluhurnya pada masyarakat Sunda masih dilestarikan dan menjadi pedoman bagi kehidupan soisal masyrakatnya. Dalam adat istiadat Sunda, berbagai macam upacara adat yang bersifat ritual dan spiritual dan mencakup di dalam setiap bidang kehidupan sosial baik daur hidup manusia, pertanian, sunatan, perkawinan dan lain sebagainya. Tujuan dari semua itu adalah sebagai ungkapan syukur dan permohonan kepada Tuhan atas keselamatan dan kesejahteraan.
1. Upacara Adat Seren Taun
2 .Upacara Adat Pesta Laut
3 .Upacara Sepitan/Sunatan
4 .Upacara Tingkeban

2. UPACARA ADAT TRADISIONAL JAWA TIMUR

Penduduk desa Sawoo dan Grogol sebagian besar menganut agama Islam. Namun demikian penduduk di kedua desa tersebut masih menjalankan upacara-upacara adat yang sebenarnya tidak termasuk dalam ajaran agama Islam. Penduduk di kedua desa tersebut semua percaya ada kekuatan gaib.

Hal ini tampak dalam beberapa upacara yang masih dilakukan hingga sekarang. Utamanya upacara yang berhubungan dengan pertanian,  Upacara-upacara tersebut dilaksakan, selain sebagai permohonan perlindungan, juga dimaksud sebagai ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Apabila sawah telah dikerjakan maka benih segera ditabur (ngurit). Pada saat ini diadakan selamatan de­ngan sajian nasi golong & Jenang abang jenang sengkolo cok bakal, jeroan ayam (isi perut ayam).

Maksud selamatan tersebut agar benih yang ditabur dapat tumbuh subur. Setelah upacara ngurit. upacara selanjutnya ialah pada saat tandur (menanam). Pada saat ini diadakan sajian sederhana yang berwujud cok bakal yang diletakkan di petak sawah, dimana tandur dimulai.


3. UPACARA ADAT TRADISIONAL BALI
Ngaben merupakan salah satu upacara yang dilakukan oleh Umat Hindu di Bali yang tergolong upacara Pitra Yadnya (upacara yang ditunjukkan kepada Leluhur). Ngaben secara etimologis berasal dari kata api yang mendapat awalan nga, dan akhiran an, sehingga menjadi ngapian, yang disandikan menjadi ngapen yang lama kelamaan terjadi pergeseran kata menjadi ngaben. Upacara Ngaben selalu melibatkan api, api yang digunakan ada 2, yaitu berupa api konkret (api sebenarnya) dan api abstrak (api yang berasal dari Puja Mantra Pendeta yang memimpin upacara). Versi lain mengatakan bahwa ngaben berasal dari kata beya yang artinya bekal, sehingga ngaben juga berarti upacara memberi bekal kepada Leluhur untuk perjalannya ke Sunia Loka


4. UPACARA ADAT TRADISIONAL JAWA TENGAH
Tedak Siten  berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu “tedhak” berarti ‘menapakkan kaki’ dan “siten” (berasal dari kata ‘siti’) yang berarti ‘bumi’.

Tedhak Siten merupakan bagian dari adat dan tradisi masyarakat Jawa Tengah . Upacara ini dilakukan ketika seorang bayi berusia tujuh bulan dan mulai belajar duduk dan berjalan di tanah. Secara keseluruhan, upacara ini dimaksudkan agar ia menjadi mandiri di masa depan.

Upacara Tedhak Siten  selalu ditunggu-tunggu oleh orangtua dan kerabat keluarga Jawa karena dari upacara ini mereka dapat memperkirakan minat dan bakat adik kita yang baru bisa berjalan.
Tedak Siten

Makanan yang disyaratkan dalam upacara tedak siten.

Dalam pelaksanaannya, upacara ini dihadiri oleh keluarga inti (ayah, ibu, kakek, dan nenek), serta kerabat keluarga lainnya. Mereka hadir untuk turut mendoakan agar adik kita terlindung dari gangguan setan.

Tak hanya ritualnya saja yang penting, persyaratannya pun penting dan harus disiapkan oleh orangtua yang menyelenggarakan Tedhak Siten ini, seperti kurungan ayam, uang, buku, mainan, alat musik, dll.

Selain itu ada pula ada tangga yang terbuat dari tebu, makanan-makanan (sajen ), yang terdiri dari bubur merah, putih, jadah  7 warna, (makanan yang terbuat dari beras ketan), bubur boro-boro  (bubur yg terbuat dari bekatul-serbuk halus atau tepung yang diperoleh setelah padi dipisahkan dari bulirnya), dan jajan pasar.


5. UPACARA ADAT TRADISIONAL YOGYAKARTA

Upacara labuhan merupakan salah satu upacara adat yang sejak jaman kerajaan Mataram Islam pada abad ke XIII hingga sekarang masih diselenggarakan secara teratur dan masih berpengaruh dalam kehidupan sosial penduduk di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Masyarakat meyakini bahwa dengan upacara labuhan secara tradisional akan terbina keselamatan, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat dan negara. Meskipun yang menyelenggarakan upacara labuhan adalah keraton, namun dalam pelaksanaannya di lapangan, rakyat juga turut serta. Masyarakat merasa ikut memiliki upacara adat itu dan menganggap upacara labuhan adalah suatu kebutuhan tradisional yang perlu dilestarikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar